mediamuria.com, Kudus – Lanjutan kasus dugaan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Cendono, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, akhirnya memasuki babak baru. Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Satreskrim Polres Kudus menyatakan bahwa berkas perkara yang menjerat Kepala Desa Cendono berinisial UM (57) telah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Negeri Kudus.
Dengan status berkas yang sudah lengkap, penyidik segera melimpahkan tersangka beserta barang bukti ke kejaksaan untuk tahap penuntutan. Kasus ini menjadi sorotan masyarakat karena menyangkut pengelolaan dana publik di tingkat desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Kasus Korupsi Dana Desa Tahun Anggaran 2022–2023
Dari hasil penyidikan, dugaan penyalahgunaan dana desa ini terjadi dalam kurun waktu tahun anggaran 2022 hingga 2023. Berdasarkan temuan penyidik, dana desa yang seharusnya dialokasikan untuk bidang pembangunan, pemberdayaan masyarakat, serta pengelolaan hasil lelang tanah kas desa, justru diselewengkan oleh kepala desa untuk kepentingan pribadi.
Audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah menemukan adanya kerugian negara mencapai Rp571 juta. Uang tersebut berasal dari berbagai kegiatan fiktif dan pengalihan dana yang tidak sesuai peruntukannya.
Kepolisian menyebutkan, sejumlah kegiatan pembangunan desa tidak terealisasi sesuai laporan. Bahkan beberapa anggaran yang dicairkan atas nama kegiatan pemberdayaan masyarakat ternyata tidak pernah dilaksanakan di lapangan.
“Berdasarkan audit, ditemukan adanya penyimpangan pengelolaan dana desa, mulai dari kegiatan fiktif hingga penggunaan dana tanpa laporan pertanggungjawaban,” jelas Kapolres Kudus AKBP Heru Dwi Purnomo dalam keterangan resminya.
Dana Desa Masuk ke Rekening Pribadi
Modus yang digunakan UM terbilang klasik, namun tetap merugikan masyarakat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka diduga menyalurkan sebagian dana desa ke rekening pribadinya. Dana tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi tanpa laporan pertanggungjawaban resmi kepada pemerintah desa maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Penyidik juga menemukan adanya manipulasi data laporan keuangan, termasuk tanda tangan palsu dalam dokumen administrasi kegiatan desa. Praktik ini dilakukan agar pencairan dana dari kas desa tetap berjalan lancar meski kegiatan tidak pernah dilaksanakan.
Selain itu, penyidik menduga UM menggunakan sebagian dana untuk membiayai kegiatan pribadi diluar kepentingan pemerintahan desa. Beberapa saksi dari perangkat desa telah diperiksa untuk memperkuat bukti dugaan penyimpangan tersebut.
Tahap Hukum Berlanjut ke Kejaksaan
Kapolres Kudus AKBP Heru Dwi Purnomo menegaskan bahwa setelah berkas perkara dinyatakan lengkap pada 1 Oktober 2025, penyidik segera melakukan pelimpahan tahap dua ke Kejaksaan Negeri Kudus. Pelimpahan ini mencakup tersangka, barang bukti, serta seluruh dokumen penyidikan yang sudah diverifikasi oleh jaksa peneliti.
“Setelah dinyatakan lengkap, kami menyerahkan tersangka UM dan barang bukti ke kejaksaan untuk proses penuntutan lebih lanjut. Ini bagian dari komitmen Polres Kudus dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” ujar AKBP Heru.
Kepolisian menegaskan bahwa proses penyidikan telah dilakukan secara transparan dan profesional. Selama pemeriksaan, tersangka UM bersikap kooperatif, meskipun sempat berupaya menghindari panggilan pertama penyidik pada awal tahun 2025. Setelah dilakukan pendekatan hukum, yang bersangkutan akhirnya memenuhi panggilan dan memberikan keterangan.
Jeratan Hukum dan Pasal yang Dikenakan
Atas perbuatannya, UM dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal 2 ayat (1) mengatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara dapat diancam dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta.
Sementara Pasal 3 digunakan sebagai pasal subsider karena menekankan pada penyalahgunaan kewenangan, jabatan, atau sarana yang dimiliki pejabat negara atau aparat pemerintahan untuk memperkaya diri sendiri.
Selain itu, Pasal 18 UU Tipikor memungkinkan negara untuk menyita dan merampas hasil tindak pidana korupsi guna mengembalikan kerugian negara. Dengan demikian, penyidik memastikan akan menelusuri aliran dana hasil korupsi tersebut untuk pemulihan aset negara.
Komitmen Polres Kudus Tangani Korupsi Desa
Kasus ini menjadi bagian dari komitmen Polres Kudus dalam memberantas korupsi di tingkat desa yang belakangan marak terjadi. Dana desa yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah setiap tahun kerap menjadi sasaran penyimpangan oleh oknum kepala desa yang tidak bertanggung jawab.
Kapolres Heru Dwi Purnomo menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap pengelolaan dana desa agar kejadian serupa tidak terulang.
“Kami mengimbau para kepala desa di Kabupaten Kudus untuk menggunakan dana desa sesuai aturan dan peruntukannya. Pengawasan masyarakat juga sangat penting agar dana tersebut benar-benar bermanfaat bagi pembangunan desa,” tegasnya.
Baca Juga Berita Lainnya Melalui Laman mediamuria.com
https://mediamuria.com/pemerintah-kabupaten-kudus-ajukan-permohonan-dana-rp-300-miliar-untuk-pengembangan-siht-dan-infrastruktur-penunjang/: Kejaksaan Nyatakan Berkas Kasus Dugaan Korupsi Kepala Desa Cendono Lengkap (P-21)https://mediamuria.com/jelang-lawan-arab-saudi-kluivert-tegaskan-indonesia-tak-takut-hadapi-arab-saudi-di-laga-kualifikasi-piala-dunia-2026/: Kejaksaan Nyatakan Berkas Kasus Dugaan Korupsi Kepala Desa Cendono Lengkap (P-21)