mediamuria.com – Beberapa waktu yang lalu dunia maya kembali dihebohkan dengan kasus tindakan Bullying yang kembali memakan korban. Saat ini dunia pendidikan kembali diguncang kabar duka. Seorang mahasiswa asal Universitas Udayana (Unud) bernama Timothy Anugerah Saputra (22) ditemukan meninggal dunia setelah diduga melompat dari lantai empat gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada hari Rabu, 15 Oktober 2025.
Kabar ini dengan cepat menyebar luas di media sosial, memunculkan gelombang empati dan kemarahan publik akan tindakan tersebut. Dari hasil penyelidikan awal, dugaan kuat mengarah pada tindakan bullying yang dialami korban oleh sejumlah rekan mahasiswa di lingkungan kampus.
Beberapa tangkapan layar yang beredar menunjukkan adanya percakapan di grup mahasiswa yang berisi komentar kasar dan ejekan terhadap korban tersebut, bahkan setelah korban meninggal. Hal ini memperkuat dugaan bahwa Timothy telah mengalami tekanan sosial dan psikologis cukup berat sebelum tragedi ini terjadi.
Kasus bullying ini menjadi kasus yang tidak dapat di anggap remeh, banyak sekali korban yang harus mengakhiri hidupnya Karen akasus ini.
Respon Kampus dan Tindakan Awal
Pihak Universitas Udayana melalui Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT) telah turun tangan untuk melakukan penyelidikan internal. Dekan FISIP Unud menyatakan belasungkawa yang mendalam serta menegaskan bahwa kampus tidak akan menoleransi segala bentuk kekerasan dan perundungan.
Beberapa mahasiswa yang diduga terlibat dalam aksi bullying dikenai sanksi akademik dan organisasi, termasuk penurunan nilai serta pencopotan dari kepengurusan himpunan mahasiswa. Proses hukum pun masih terus bergulir bekerja sama dengan kepolisian.
Pengertian Bullying
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, bullying adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja. Bullying dapat dilakukan oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Dalam bahasa Indonesia, bullying disebut menyakat yang artinya mengusik (supaya menjadi takut, menangis, dan sebagainya), merisak secara verbal. Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Penyebab Bullying
Menurut Ariesto (2009) ada beberapa faktor penyebab terjadinya bullying. Berikut faktor penyebab terjadinya bullying :
- Keluarga – Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan atau situasi rumah yang penuh stres, agresif, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang. Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.
- Sekolah – Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada siswanya. Misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antarsesama anggota sekolah.
- Faktor Kelompok – Sebaya Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
- Kondisi Lingkungan Sosial – Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan sosial yang menyebabkan tindakan bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antarsiswanya.
- Tayangan Televisi dan Media Cetak – Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi tayangan yang mereka tampilkan. Survei yang dilakukan salah satu media massa, memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya 64% dan kata-katanya 43%.
Bahaya Bullying: Luka yang Tak Selalu Terlihat
Bullying bukan sekadar tindakan iseng atau candaan berlebihan. Ia adalah bentuk kekerasan psikologis dan sosial yang dapat meninggalkan luka mendalam, bahkan mendorong korban pada kondisi depresi, trauma, hingga keinginan mengakhiri hidup.
Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kasus perundungan di lingkungan pendidikan Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir, seiring dengan tingginya penggunaan media sosial dan tekanan akademik di kalangan pelajar serta mahasiswa.
Psikolog kampus menegaskan bahwa korban bullying sering merasa:
- Tidak berharga atau ditolak oleh lingkungannya,
- Takut melapor karena khawatir dianggap lemah,
- Mengalami gangguan tidur, stres, hingga depresi berat.
Jika tidak ditangani dengan cepat, kondisi ini bisa menimbulkan dampak fatal, seperti yang tragisnya terjadi di kasus Timothy.
Langkah-Langkah Mengatasi dan Mencegah Bullying
- Ciptakan budaya kampus yang aman dan inklusif.
Institusi pendidikan harus menegakkan zero tolerance policy terhadap segala bentuk kekerasan dan perundungan.
- Aktifkan layanan konseling dan dukungan psikologis.
Mahasiswa perlu mendapat akses mudah untuk berkonsultasi secara rahasia dengan konselor kampus tanpa rasa takut dihakimi.
- Dorong saksi untuk berani bersuara.
Banyak kasus bullying bertahan karena orang di sekitar memilih diam. Edukasi pentingnya menjadi “upstander”, bukan “bystander”.
- Gunakan teknologi secara bertanggung jawab.
Cyberbullying kini sama berbahayanya dengan kekerasan fisik. Kampus perlu memantau etika komunikasi mahasiswa di ruang digital.
- Libatkan keluarga dan komunitas.
Orang tua dan teman dekat memiliki peran penting dalam mengenali tanda-tanda stres dan perubahan perilaku pada korban potensial.
Kematian Timothy menjadi peringatan keras bagi dunia pendidikan Indonesia bahwa bullying bukan hal sepele. Ia bisa menghancurkan masa depan seseorang, bahkan merenggut nyawa.
Tragedi ini seharusnya menjadi momentum bagi seluruh pihak kampus, mahasiswa, dan masyarakat untuk berbenah dan menumbuhkan empati. Tidak ada ruang bagi kekerasan dalam dunia akademik yang dibutuhkan adalah solidaritas, saling menghargai, dan keberanian untuk melindungi sesama.
Baca Juga Berita Lainnya Melalui Laman mediamuria.com
https://mediamuria.com/kontes-embek-2025-meriah-bupati-kudus-dorong-penguatan-peternakan-lokal/